ILMU SOSIAL DASAR
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
SITI HARDIANA
16611806
2SA01
Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Kerukunan Antar Umat
Beragama”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
didalam mata kuliah Agama dan Etika
Islam. Yang mana materi didalam makalah ini
digunakan sebagai acuan presentasi yang
dilakukan pada hari yang bersangkutan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa masih
banyak kekurangan. Baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat kami adalah
manusia yang juga memiliki salah. Untuk
itu kritik dan saran dari sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak yang
membantu dan memberikan dorongan moral didalam
penyelesaian susunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan
imbalan yang setimpal pada yang telah
memberikan bantuan dorongan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah,
Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara dengan berbagai
macam keanekaragaman. Baik itu suku,
budaya, adat, ras maupun agama. Di Indonesia
terdapat 5 agama besar, yakni: Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha. Yang mana islam memiliki
dominasi tertinggi. Sehingga negara ini
banyak mengikuti hukum islam.
Dengan hasil keharmonisan dalam komunikasi antar
sesama penganut agama, dan tercipta
masyarakat yang bebas dari
ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan umat bragama yaitu
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan
ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama
dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat
beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh
yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas
keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan
Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.
2.2 Pengertian Kerukunan Umat
Beragama Menurut Islam
Kerukunan umat beragama dalam
islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu”
yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan
mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan,
dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan Islaiyah berasal dari kata Islam
yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat Ukhuwah, sehingga jika dipadukan
antara kata Ukhuwah dan Islamiyah akan berarti persaudaraan islam atau
pergaulan menurut islam.
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain.
Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi yang obyektif.
Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangs, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan kemanusiaan. “Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran: 103)
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai dan berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang0orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran 105).
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain.
Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi yang obyektif.
Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangs, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan kemanusiaan. “Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran: 103)
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai dan berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang0orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran 105).
2.3 Manfaat Keruknan Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat
Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan stabilitas dan kemajuan negara
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.
"Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak lain. Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat menimbulkan prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya penilaian negatif," katanya.
Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.
"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.
"Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak lain. Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat menimbulkan prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya penilaian negatif," katanya.
Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
Menurut dia, tema dialog
antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah theologis, ritus dan
cara peribadatan setiap agama melainkan lebih ke masalah- masalah kemanusiaan.
"Dalam hal kebangsaan, sebaiknya dialog difokuskan ke moralitas, etika dan
nilai spiritual," katanya.
Ia juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti "sepi" dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. "Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan penilaian yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan eksklusif," katanya.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.
Ia juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti "sepi" dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. "Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan penilaian yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan eksklusif," katanya.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.
2.4 Meneguhkan Kerukunan Beragama
Kerukunan
beragama di Indonesia semakin memudar. Konflik sosial keagamaan masih saja
terjadi dalam umat muslim di Indonesia. Prinsip dan nilai-nilai kerukunan belum
juga diimplementasikan dalam setiap pemeluk agama. Karena itu, keharmonisan
dalam beragama umat manusia semakin terkikis sehingga memunculkan kekerasan
atas nama agama atau karena perbedaan keyakinan.
Harmonisasi beragama menjadi sangat signifikan sekali untuk diimplementasikan di Indonesia yang sangat plural dan multireligius. Bangsa ini masih mudah diprovokasi untuk menciptakan gesekan dan konfl ik sosial keagamaan. Kasus-kasus pembakaran tempat ibadah, perebutan lahan ibadah, dan konflik tempat ibadah masih menjadi ancaman kemunculan kekerasan antaragama.
Pada dasarnya, sumber kemunculan kekerasan dan konflik sosial keagamaan ini terletak pada setiap pribadi pemeluk agama dalam memahami keyakinan. Mereka cenderung mengedepankan kebenaran tunggal (truth claim), agamanya yang paling benar. Mereka merasa bahwa kedatangan agama lain, di daerahnya, akan mengancam keberadaan agamanya yang telah ada lebih dulu.
Paradigma inilah yang perlu dihindari setiap pemeluk agama sebagai upaya penghindaran konflik horizontal antaragama. Kekerasan dan pembakaran tempat ibadah merupakan tindakan yang tak dapat dibenarkan dari sisi mana pun. Agama tidak pernah mengajarkan membakar tempat ibadah. Perusakan jelas terkait dengan ideologi dan aliran yang berbeda sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap agama lain.
Kekerasan dan konflik keagamaan dengan modus operandi pembakaran tempat suci ibadah merupakan bentuk penghinaan dan penistaan agama. Pada saat ini, konfl ik antarumat beragama masih terus terjadi karena gesekan keyakinan atau perbedaan aliran, bahkan sampai pada level perbedaan agama, hingga mencapai masalah doktrin-doktrin agama yang berbeda sehingga memunculkan clash of religion.
Harmonisasi beragama menjadi sangat signifikan sekali untuk diimplementasikan di Indonesia yang sangat plural dan multireligius. Bangsa ini masih mudah diprovokasi untuk menciptakan gesekan dan konfl ik sosial keagamaan. Kasus-kasus pembakaran tempat ibadah, perebutan lahan ibadah, dan konflik tempat ibadah masih menjadi ancaman kemunculan kekerasan antaragama.
Pada dasarnya, sumber kemunculan kekerasan dan konflik sosial keagamaan ini terletak pada setiap pribadi pemeluk agama dalam memahami keyakinan. Mereka cenderung mengedepankan kebenaran tunggal (truth claim), agamanya yang paling benar. Mereka merasa bahwa kedatangan agama lain, di daerahnya, akan mengancam keberadaan agamanya yang telah ada lebih dulu.
Paradigma inilah yang perlu dihindari setiap pemeluk agama sebagai upaya penghindaran konflik horizontal antaragama. Kekerasan dan pembakaran tempat ibadah merupakan tindakan yang tak dapat dibenarkan dari sisi mana pun. Agama tidak pernah mengajarkan membakar tempat ibadah. Perusakan jelas terkait dengan ideologi dan aliran yang berbeda sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap agama lain.
Kekerasan dan konflik keagamaan dengan modus operandi pembakaran tempat suci ibadah merupakan bentuk penghinaan dan penistaan agama. Pada saat ini, konfl ik antarumat beragama masih terus terjadi karena gesekan keyakinan atau perbedaan aliran, bahkan sampai pada level perbedaan agama, hingga mencapai masalah doktrin-doktrin agama yang berbeda sehingga memunculkan clash of religion.
Oleh karena
itu, upaya merajut kerukunan antarumat beragama perlu dikedepankan demi
mencapai kerukunan. Itu dapat diusahakan lewat dialog antaragama dengan suatu
konsensus atau kesepakatan bersama sehingga tidak terjadi kekerasan atas nama
agama, apalagi sampai terjadi korban meninggal.
Tempat ibadah merupakan wilayah sakral yang harus dipelihara. Tempat ini kerap menjadi sasaran massa yang tak mengerti persoalan agama, seolah-olah tempat ibadahnya yang salah. Padahal, itu karena umat beragama yang salah dalam memahami agamanya. Mereka cenderung memiliki truth claim.
Setiap agama, terutama yang tergolong ke dalam agama-agama nabiah (samawi) seperti Yahudi, Kristen, dan Islam memiliki sejarah dan ajaran sendiri-sendiri serta menegaskan apa yang dikatakan Max Weber disebut klaim kebenaran (truth claim).
Dengan klaim kebenaran itu, setiap agama menyatakan ajarannya merupakan totalitas sistem makna yang berlaku bagi seluruh kehidupan baik individual maupun sosial. Klaim kebenaran itulah yang kadang bisa menyulut konflik Sosial keagamaan.
Tempat ibadah merupakan wilayah sakral yang harus dipelihara. Tempat ini kerap menjadi sasaran massa yang tak mengerti persoalan agama, seolah-olah tempat ibadahnya yang salah. Padahal, itu karena umat beragama yang salah dalam memahami agamanya. Mereka cenderung memiliki truth claim.
Setiap agama, terutama yang tergolong ke dalam agama-agama nabiah (samawi) seperti Yahudi, Kristen, dan Islam memiliki sejarah dan ajaran sendiri-sendiri serta menegaskan apa yang dikatakan Max Weber disebut klaim kebenaran (truth claim).
Dengan klaim kebenaran itu, setiap agama menyatakan ajarannya merupakan totalitas sistem makna yang berlaku bagi seluruh kehidupan baik individual maupun sosial. Klaim kebenaran itulah yang kadang bisa menyulut konflik Sosial keagamaan.
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Untuk
mencegah memudarnya kerukunan umat beragama, kita sebagai pemeluk nya harus
bisa menjaga keharmonisan antar sesama pemeluk agama itu sendiri, selain itu
kita juga harus meningkatkan rasa sosialitas dan solideritas dalam kehidupan
sehari – hari. Dengan demikian terciptalah kerukunan antar umat beragama.
3.2 Saran
Untuk membuat kerukunan antar umat islam maupun
antar umat beragama menjadi baik, maka sesama umat beragama harus dapat
bertoleransi dengan umat beragama lain.
Hal tersebut dapat terlaksana apabila semua umat beragama dapat
menjalankan kerukunan tersebut, tanpa kecuali. Semua kegiatan yang berkaitan
dengan keagamaan, harus dapat dihormati oleh masing-masing umat beragama.
3.3 Daftar Pustaka
Http://www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar